Sabtu, 26 September 2015

Balada Sebuah Kelenjar Menjelang Garis Finish

Malam hari raya kemarin pas kebetulan jadwal kontrol sebelum terapi ke -2.
Bukan 2, tapi -2.
Kalau di python, indeks -2 artinya indeks ke 2 dari belakang, atau dengan kata lain, insyaAllah tinggal 2 kali lagi kita terapi, heheh.. *maap.. maap*

Pertemuan kali ini nadanya agak datar saja, nggak ada joke atau pesan bermakna yang gimanaa.. gitu dari om dokter. Mungkin sebabnya karena pasiennya kali ini datang dengan agak kurang semangat juga.
Entah kenapa kemarin ini nggak terlalu antusias mau ketemu om dokter, nggak seperti biasanya yang sejak seminggu sudah mulai mengumpulkan banyak bekal pertanyaan, kemarin itu sampai harinya pun tetap nggak ada ide mau tanya apaaan.
Well.. sebetulnya nggak 'entah kenapa' juga sih.

Satu hal soal berhadapan dengan kanker ini adalah, it's a very long run, atau seperti yang saya suka bilang (mudah2an gak bosen dengernya ya) lebih mirip marathon gitu lah dibandingkan sprint.
Dan seperti layaknya sesuatu yang berlangsung lama dan menguras banyak tenaga, akan ada saat di mana kita merasa jenuh, merasa 'blah' atau 'meh' atau garing atau bosan atau apalah itu.
Ada saatnya di mana bahkan ketika kita ditanya soal 'apa kabar' pun jawaban kita terdengar seperti kaset rusak yang memutar berulang2 di telinga kita sendiri.

Apalagi kalau sudah berhadapan dengan yang namanya efek samping. 

Efek samping itu walaupun cuma sehari dua hari kadang bisa bikin bete dan lelah lahir batin, apalagi kalau sampai berhari-hari atau berbulan-bulan. Kadang kalau nggak memikirkan harus berpacu menuju garis finish, di tengah jalan rasanya pengen istirahat aja.


Hal lainnya adalah, berhadapan dengan kanker, sesuatu yang bernama 'sembuh' is a very abstract thing. Some says you should be called sembuh kalau setelah terapi tidak lagi ada tanda kankernya, alias penyakitnya hilang, some says nanti dulu.. tunggu lima tahun baru boleh bilang sembuh. Some even says that lima tahun pun bukan jaminan. Lagian memang nggak ada kan yang namanya jaminan dalam kehidupan ini, jaminan adanya di pegadaian sana.

Lalu gimana? Ya gak gimana-gimana. Waspada saja, be vigilant, know your own body and its signs.

Hal ini pun sejalan dengan yang telah dititahkan sebelumnya oleh kanjeng om dokter, bahwasanya kewaspadaan dan mawas diri ini adalah suatu hal yang hukumnya wajib untuk dijalankan oleh seorang pejuang kemerdekaan macam saya ini. Terlebih mengingat dan menimbang bahwa ciri dan gejala limfoma ini (kalau keponakan saya yang umur 4 tahun menyebutnya limfoy) juga sangatlah abstrak dan tidak spesifik.

Maka, poin 1 dan poin 2 digabung dengan poin 3 di atas itulah yang sebenernya yang bikin nggak selera. Jadi nggak terlalu 'entah kenapa' juga kan sebenernya?

Haha.. gak jelas banget ya apa maksudnya orang ini?

Gini sih..

Menjelang habisnya masa garansi terapi maintenance di akhir tahun nanti, sebetulnya sudah sempat senang dan gembira banget kemarin, karena selesai terapi mabthera insyaAllah artinya bisa mulai berharap kekebalan tubuh kembali menuju normal, dan akhirnya insyaAllah akan bisa terbebas dari flu, batuk dan pilek yang berkepanjangan, dan insyaAllah mudah-mudahan bisa kembali fit dan sehat lagi, sukur-sukur bisa jogging atau sepedaan lagi *aamiiin.. yaa.. Allah*

Jadi, ketika sebulan lalu melaksanakan sabda kanjeng om dokter untuk periksa daerah-daerah rawan, kemudian mak bedhundhul ada yang njendhul alias teraba benjolan2 di salah satu area lymph node, rasanya pengen ndheprok dan cakar-cakar tanah *halah lebay*

Enggak sih, nggak se-ekstrim itu. Cuma agak cemas banget aja.
Dan agak kecewa juga.
Takut kalau itu ternyata apa-apa, lalu bagaimana nasib terapi yang tinggal 2 kali lagi itu?

Who keeps moving the finish line?
Rasanya seperti tukang marathon (kok tukang, emang tukang bakso?) yang sudah tinggal beberapa puluh meter menjelang garis finish, lalu melihat panitia sedang beberes untuk menggeser si garis finish itu menjauh entah berapa meter atau berapa kilo lagi. Woo.. ya langsung lemes gitu to dengkulnya si pelari ini.. *ini agak lebay juga sih*

Tapi berhubung benjolan yang masih terbilang kecil-kecil itu belum tentu sebuah kelenjar, jadi masih amat sangat berharap banget-banget kalau itu bukan apa-apa, cuma otot mlungker atau lemak mblondho yang nggak perlu dikhawatirkan keberadaannya.

Makanya kontrol yang kemarin itu pikiran udah males banget untuk ngerancang2 pertanyaan lain kecuali pengen konfirmasi mengenai penampakan entitas yang tidak dikehendaki itu.

Setelah pertanyaan standar dari om dokter soal apa kabar dan membahas LDH yang (seperti kemarin2) masih belum juga mau masuk batas normal dan kekhawatiran om dokter soal batuk yang sudah mau ulang-tahun, laporlah dengan nada yang diusahakan se-casual mungkin, soal si benjolan itu.
Om dokter terdiam sepersekian detik (halah kayak bisa aja mendeteksi pergerakan sepersekian detik), lalu bilang 'Ya nanti kita lihat sekalian apa itu, sekarang saya mau cek dulu suara nafasnya'
Bukan karena om dokter gak yakin saya masih nafas lho yaa.. tapi untuk mengecek apakah ada yang gak normal dari suara nafas saya. Misalnya apakah suaranya tiba-tiba jadi merdu seperti buluh perindu *apasih*

Dan setelah detik-detik yang mendebarkan *lebay lagi* itu, om dokter memberikan jawaban yang sangat mengecewakan, yaitu beliau bilang kalau saya benar. Maksudnya saya benar waktu menyangka benjolan itu adalah kelenjar getah bening yang membesar.
Hiks, kalau biasanya saya suka banget dibilang benar, kali ini saya akan jauh lebih senang dan gembira seperti ketika libur 'tlah tiba kalau saja dokter bilang saya salah se salah-salahnya, dan benjolan itu cuma lemak atau kulit yang sudah tua atau apalah yang bukan apa-apa.

Tapi bagaimana lagi.
Lagipula it's no time to worry yet.
Pak dokter bilang, belum tentu itu limfoma (aaamiiin.. aaamiiin.. aaamiin.. semoga yang meng-amin-kan atau me-like status ini masuk surga – ehehe.. kayak status2 fb jaman sekarang gak sih). Yang penting terus dipantau aja, apakah tambah besar atau tambah banyak dalam sebulan terakhir ini.
Kalau ternyata membesar, langkah berikutnya ya kita biopsi untuk memastikan apakah ini tidak apa-apa atau apa-apa.

Nah ini, nggak enak banget ini bagian biopsi-nya. Nggak suka banget.

Untuk sementara ini, cek darah dipersering jadi sebulan sekali, dan diperhatikan LDH level apakah meningkat lagi atau tidak. Oh ya, kemarin sempat baca di internet soal kelenjar yang katanya nggak boleh terlalu banyak dipegang-pegang ntar malah jadi tambah ganas, kata pak dokter ah enggak kok. Malah harus betul-betul diraba untuk memastikan apakah membesar atau tidak.

Lalu pak dokter memberikan dua lembar pengantar lab, bulan pertama cek standar aja, bulan berikutnya sekaligus cek pembekuan darah untuk persiapan biopsi.
Hiks, walaupun biopsi ini juga belum tentu, mudah2an nggak perlu *aamiiin.. aamiiin.. aamiin.. semoga yang meng-amin-kan atau me-like.. *halah mulai lagi deh* ) tapi lembaran pengantar lab ini membuatnya terasa lebih nyata dan pasti.

Apalagi pas keluar dari ruang dokter dan membayar tagihan di kasir kembali ke dunia nyata. Rasanya seperti dijorogin ke luar angkasa, melayang-layang tanpa arah, gak jelas harus merasa bagaimana. Tambah sedihnya lagi, tanggal 10 Dzulhijjah alias Idul Adha ini sebetulnya adalah hari kelahiran saya secara penanggalan hijriyah. Nggak ada hubunggannya sih, dan nggak ada pengaruhnya juga, cuman ya.. sedih aja gitu..

Tapi seperti yang tadi dibilang, it's no time to worry yet.
Jalanin satu persatu aja kali ya, dan banyak-banyak berharap dan berdoa bahwa ini semua cuma sebuah kekhawatiran yang bukan apa-apa.

Dan karenanya, kali ini pun mohon kiranya rekan-rekan dan teman-teman dan all the people out there, please.. doakan aku yaa...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar