Dulu sempet berniat bakal tetep rajin ngeblog walaupun sudah selesai terapi. Tapi apa daya, setengah tahun lebih lewat begitu saja.
Ternyata agak sulit mengambil 'tone' untuk menulis posting sesudah garis finish itu.
Sudah remisi, walaupun tanpa amnesti *apasih*, dan selesai terapi, jadi apa lagi?
Mungkin semacam krisis identitas begitu. Entry yang kemarin-kemarin isinya kan soal limfoma, sekarang soal apa ya?
Masih banyak sih sebenernya soal limfoma itu, soal apa yang terjadi sesudah terapi, bagaimana berurusan dengan efek samping, kecemasan2, kontrol rutin, dan lain sebagainya.
Tapi setiap ditulis, entah kenapa kok ujung2nya seperti mengeluh, akhirnya karena tidak sesuai dengan visi dan misi blog ini *halah*, yang mana adalah 'hadapi hidup dengan gembira', akhirnya nggak jadi deh.
Dan setelah membuat hampir 10 posting yang tetap berstatus 'draft', jadilah posting yang berstatus 'alasan' alias excuse ini :D
Tapi bener lho, susah ternyata untuk tetap excited setelah selesai terapi ini.
Oh bukan, bukan karena nggak bersyukur kok. Jangan dong.
Tentu bersyukur banget. I got away safely, despite all those things that went wrong. Not everybody got this lucky. Alhamdulillah..
Tapi dulu kan ngebayanginnya kalau dah selesai kemo, langsung bisa kembali ke kehidupan sebelumnya yang di-pause itu. Eh ternyata enggak semudah itu.
Nah kan, mulai terdengar seperti mengeluh kan? *nginjek rem*
Jadi intinya, setelah selesai terapi kemarin itu, Prof Aru memberikan pengantar untuk ke THT, ObGyn, dan spesialis jantung.
Sebetulnya yang paling mengganggu selama 3 tahun ini (selain limfoma tentunya), adalah radang tenggorokan, sinusitis, dan sakit perut, dan keletihan yang nggak bisa digambarkan *halah*. Flu sebulan aja rasanya lelah kan? Nah ini flu 3 tahun.
Dulu di tengah terapi sebetulnya dah sempat bolak balik ke THT, tapi dokternya malah takut batuk2nya karena limfoma, akhirnya 'dilemparkan' kembali ke dokter onkologi, yang waktu itu hanya memberi obat batuk sirup, obat anti alergi, dan 'perintah' untuk banyak-banyak sabar, karena selama masih mabthera, ya bakal gampang ketularan macem2..
Jadi setelah beres urusan kemo dan maintenance, dengan pengantar dari dokter onkologi, kembalilah ke dokter THT dengan membawa foto ronsen sinus. Yang difotonya dengan menempelkan wajah ke plat besi dengan posisi lurus, miring dan mendongak. Semacam mugshot tapi pake x-ray gitu, huehue.. Kali ini dengan penuh pengharapan untuk dapat mengakhiri serangan batuk pilek yang sangat bandel itu.
Kali ini kita ke Prof Helmi di salemba, sesuai rekomendasi beberapa teman yang udah sering ke sana.
Dokternya baik dan tampak kebapakan, memancarkan wibawa dan pengalaman yang luas dan mendalam *halah*
Waktu beliau tau kalau pasiennya habis terapi limfoma, prof malah bilang kalau nggak perlu terlalu khawatir, bahkan cerita kalau 2 orang rekannya sesama spesialis THT ada yang kena limfoma juga, tapi sekarang sudah sembuh dan praktek lagi. Maksudnya supaya tetep optimis gitu kali ya..
Trus, soal sinusitis dan radang tenggorokan, sepertinya karena efek kemo yang membuat daya tahan tubuh menurun dan hidung tenggorokan jadi oversensitif.
Obatnya? obat batuk biasa, obat anti alergi, dan bersabar.
Wah sepertinya kenal nih resep model begini.
Mungkin memang berobat itu memang resep wajibnya yang terakhir itu ya: sabar.
Dan ternyata tetep nggak bisa juga dapat resep yang ces pleng langsung bablas batuk pileknya.
Selain ke THT, sempat juga ke dokter kulit. Nah ini. Karena problematika dengan daya tahan tubuh ini jadinya gampang kena infeksi yang gak keren, yaitu kuku jari tangan jadi jamuran. Padahal perasaan gak jorok-jorok amat deh. Ya mungkin jorok, tapi ya gak amat lah.. :P
Dokter kulit waktu itu cuma kasih salep aja. Sebetulnya untuk infeksi jamur ada obat yang diminum juga, tapi karena waktu itu masih terapi, dokternya kasih obat yang minimal. Alhamdulillah cocok sih, tapi setiap kali hampir sembuh, tiba waktu terapi, kena mabthera lagi, imunitas ditekan lagi, dan jamurnya balik lagi deh.
Tapi setelah selesai terapi ini, alhamdulillah, berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan didorongkan keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas *bletak*, ternyata berangsur2 jamurnya pergi sendiri. Mungkin setelah daya tahan tubuh mulai kembali lagi, si jamur yang bandel itu pun berhasil diusir dengan sukses.
Nah, jadi itu tadi beberapa kegiatan setelah terapi. Udah nggak heboh dan heroik lagi seperti yang dulu-dulu. Alhamdulillah.
Sebetulnya yang masih belum tercapai adalah mulai rutin berolah raga lagi. Nggak perlu sampai squat dan sit-up 100 kali, atau lari keliling kompleks sampai 6 puteran kayak jaman kejayaan dulu *pamer*, tapi setidaknya jalan pagi gitu.
Ini sulit karena jam tidur belum bisa diatur untuk kembali ke jadwal normal lagi.
Mudah2an dalam waktu dekat ini bisa ketemu lagi deh semangat dan tenaganya.
Sementara ini, seperti kata mas Rian demasip, mari kita nikmati apa yang ada, karena hidup adalah anugrah..


Hiiii kak samaaa...
BalasHapusAku jg mengalami krisis identitas gituu, ditambah beberapa gonjang ganjing wkwk..
Tp klo kita nulis di blog ttg yg kita rasakan itu bukan mengeluh kok kak, apalg kan kita sedang sama2 sakit, jd banyak yg dirasa. Kita menulis apa yg kita rasakan, bukan berarti mengeluh kak
Iyaa.. krisis galau gak jelas gitu yaa.. Mari lah kita tosh dulu :D
HapusMendeskripsikan perasaan sih emang tujuannya, tapi terus terang.. kadang sambil pengen ngeluh juga, haha