[Kopi entry dari blog satunya.. ya gini ini kalo jadi orang galau, gak yakin mana yang mau dimaintain.. jadinya dua2nya deh]
Ke dokter lagi, biopsi kelenjar
Seminggu
sesudah periksa yang pertama, ke dokter lagi bawa hasil lab dan ronsen.
Dokternya sebetulnya nawarin biopsi kelenjar dan sedot cairan pleura
sekaligus. Tapi karena lagi-lagi yang ditawarin ragu-ragu (iyalah..
sedot cairan paru kan kedengerannya serem), akhirnya diputuskan biopsi
dulu. Untuk sedot cairannya, dikasih pengantar USG thorax untuk
memberikan marker untuk memandu penyedotannya.
Biopsi kelenjar itu
dilakukan menggunakan jarum, istilahnya biopsi jarum halus atau FNAB
(fine needle aspiration biopsy). Rasanya kaya diambil darahnya gitu deh,
ngilu2 dikit.
Besoknya mengambil kartu pengambilan hasil. Haha..
iya, redundant gitu. Jadi ceritanya, karena sample langsung dikirim ke
lab patologi anatomi (PA) oleh petugas klinik, jadi kita nggak pegang
kartu pengambilan hasil. Yang kita pegang adalah receipt pembayaran jasa
lab (inget.. prepaid service). Jadi besok paginya harus kembali ke RS
untuk menukar receipt dengan kartu pengambilan hasil itu. Oh iya,
sekalian daftar USG.
Nah kali ini karena mengingat pengalaman
prepaid service, langsung ke kasir untuk bayar USG. Ternyata ditolak
sama kasirnya. EH???
Ternyata karena USG di RSUD ini harus antri
panjang dan belum tentu bisa langsung hari ini (baru tau), jadi ambil
nomer antrian dulu, baru pas tanggal USG-nya ke kasir untuk bayar.
Ke radiologi, ternyata antrian USG penuh sampai dua minggu ke depan. HAAA???
Baiklah, kita cari ke RS lain aja.
Hasil
lab PA baru bisa diambil seminggu sesudahnya. Berarti sehari sesudah
jadwal ketemu dokter yang berikutnya untuk janjian penyedotan cairan.
Hiks.. baiklah.. mau bagaimana lagi, memang begitu keadaannya. Nggak
bisa buru-buru memang.
Tadinya dari situ mau langsung ke RS haji
untuk cari USG, tapi tiba-tiba di jalan terasa mual dan dizzy. Gak kuat
deh kalo harus antri-antri lagi di RS. Akhirnya diputuskan untuk ke
kantor aja, tidur dulu di angkot karena jalanan pasti muacet.
Sampai
kantor googling satu persatu obat yang diresepin (obatnya ada yang
ganti), ternyata dua diantaranya memang ber-efek samping : diare,
nausea, dizziness. Dibekalin obat lambung sih sama dokternya, dan waktu
ngeresepin dokternya juga tanya apakah ada masalah dengan asam lambung.
Tapi nggak nyangka kalau bakalan semual dan sepusing itu. Setelah tau
kalau itu efek obat, jadi rada tenang lah. It's normal. Walaupun
seharian jalan kayak orang mabok, kesana kemari nabrak tembok.
Next
day, ke RS haji. Wah, langsung terasa bedanya banget. Sepi. Daftar,
nunggu 5 menit langsung dipanggil USG. Wuih, beda banget memang.
Tapi sepadan lah dengan biayanya yang 3 kali lipat dari RSUD.
Periksa ke 3, sedot cairan pleura
Seminggu
sesudah periksa kedua, ketemu untuk sedot cairan. Tapi sayangnya, belum
ada kemajuan diagnosis yang pasti, soalnya kan hasil lab baru keluar
besoknya.
Oh ya, disamping prepaid service, ada satu lagi ternyata
sifat layanannya : self service. Kita harus beli sendiri alat2 yang
akan digunakan untuk tindakan. Jadi kita jalan sendiri ke apotik,
ngantri sendiri. Waktu FNAB pun begitu, spuit yang harganya 7500 aja
kita harus beli sendiri ke apotik. Jadi pertama dikasih kertas tanda
tindakan sama dokternya, trus bayar tindakan ke kasir klinik, masuk
lagi, dikasih list alat yang diperlukan sama susternya, ke apotik lantai
2 untuk beli alat-alatnya (dengan antri tentunya), trus balik lagi ke
klinik nyerahin alat dan ngantri lagi untuk tindakannya.
Oh ya,
karena jarak antara USG dan punksi pleura atau thoracentesis atau sedot
cairan pleura itu agak lama (4 hari), maka tanda yang dibuat sama dokter
radiologi harus dijaga supaya gak hilang. Dokternya kasih tanda pake
spidol, trus kita tutupin dengan band-aid deh. Nah pas mandi musti
bener-bener dijaga supaya gak kegosok. Soalnya tanda itu harganya 400
ribu rupiah, haha..
Punksi pleura atau
http://en.wikipedia.org/wiki/Thoracentesis dilakukan dengan bius lokal.
Kita duduk aja, tangan diangkat ke atas melingkari kepala. Nanti
dokternya akan memasang jarum infus dan selang di tanda yang dibuat
dokter radiologi itu. Rasanya? Lumayan lah..
Kalau bisa sih sekali itu aja deh.
Entah
kenapa, mungkin karena lambatnya proses diagnosis, karena pasiennya
yang takut2 dan jadwal periksa yang cuma seminggu sekali, dan hasil lab
yang baru keluar besok, dokternya kali ini mengambil kesimpulan tanpa
hasil lab. Jump into conclusion gitu.
Di akhir pertemuan,
dokternya langsung ngeresepin obat tb, padahal hasil lab yang kemarin
negatif dan hasil lab yang besok ya masih besok. Beliau bilang, walaupun
hasil lab belum ada tapi udah yakin dari tanda-tandanya kalau ini
adalah tb.
Agak ragu sih, tapi obatnya tetep ditebus aja, siapa
tau besok hasilnya keluar dan beneran tb. Kan bisa langsung diminum.
Tapi tetep akan nunggu hasil lab, baru minum obat. Dokter tidak selalu
benar kan? Ya gak selalu salah juga sih, but I'll take the risk.
Dokternya nyuruh periksa hari kamis, untuk evaluasi hasil lab PA yang keluar besok, dan evaluasi pengobatan.
Oh
ya, kesimpulannya penyakitnya memang beberapa macam, asma dan infeksi
saluran pernafasan, dan penyakit X yang bikin kelenjar bengkak dan efusi
pleura. Jadi obat asma tetep dipakai aja untuk terapi asma. Obat yang
dikasih ada dua, yang satu jenisnya .. (apa ya ini.. baru nyadar kok
kalimatnya ga selesai.. )
Seluruh kegiatan yang sepertinya
tidak seberapa ini ternyata menghabiskan waktu 6 jam. Sampai rumah jam 8
malam, lelah lahir batin, dan punggung ngilu.
Hasil PA Biopsi kelenjar
Semalaman
nggak bisa tidur. Disamping punggung masih ngilu, jadi tidurnya gak
bisa lasak seperti biasanya, juga karena nervous sama hasil lab besok.
Jam
setengah 1 malam malah makan nasi (yang ini karena lapar tentunya,
bukan karena nervous, haha). Akhirnya tidur jam setengah dua, kebangun
jam setengah 3. Habis sholat, nyetel murottal, akhirnya bisa tidur dan
sukses kesiangan, jam setengah 7.
Terus terang nggak pengen banget
kena tb (iya lah, siapa coba yang mau), berobatnya lama, bisa menular
lagi. Tapi kalau bukan tb lalu apa? The alternatives are no better.
Belum lagi proses diagnosisnya bakalan masih lama lagi. Kegalauan macam
inilah yang bikin nggak bisa tidur semalaman.
Belum bisa pasrah gitu.
Oh
ya, dari pertama periksa, pesen dokternya selalu sama : makan yang
banyak, makan yang enak-enak. Kesimpulannya : salah satu penyebab sakit
adalah kurang gizi. Hadeh, gak keren aja.
Permasalahannya adalah,
obat-obatan yang dikasih dokter itu hampir selalu membuat mual. Jadi
bagaimana mau makan enak dan banyak, makan dikit aja kadang harus
berjuang dulu. Jadi setiap mau makan harus mensugesti diri dulu, kalau
makanan itu enak.
Rabu, 26 Desember 2012
Senin, 24 Desember 2012
Lab dan ronsen, prepaid service
Pengalaman pertama antri lab di rsud, overwhelmed. Dari jam 8 yang
nunggu udah bejibun, padahal baru buka jam 9. Baru dipanggil setengah
jam berikutnya. Dan ternyata karena masih newbie, ada aja yang kelewat.
Ternyata harus bayar dulu ke kasir, baru bisa antri di lab. Hadeeh.. gak
gaul ya, baru tau kalau semua service di RS itu prepaid jenisnya.
Antri lagi lah di kasir, dan antri lagi di lab dan radiologi. Baru beres semuanya jam 1 siang. Tadinya niat ke kantor nggak jadi, karena lelah lahir batin.
Hasil x-ray sudah bisa diambil besoknya, tapi lab besok masih harus ngasih sputum ke 2 dan ke 3, yang ke 2 diambil bangun tidur sebelum minum dan gosok gigi, dan yang ke 3 sesudah makan. Hasilnya akan keluar sehari sesudah besok.
Besoknya ambil hasil ronsen dan menyerahkan sampel ke lab. Pas di jalan iseng-iseng baca, langsung shock berat : pleural effusion di paru kiri. Langsung seharian gak konsen kerja.
Besoknya ambil hasil lab, ternyata negatif tb. Tapi LED yang mestinya maksimal 20, ini sampai 100. Kalau dari hasil googling, berarti memang ada infeksi.
Antri lagi lah di kasir, dan antri lagi di lab dan radiologi. Baru beres semuanya jam 1 siang. Tadinya niat ke kantor nggak jadi, karena lelah lahir batin.
Hasil x-ray sudah bisa diambil besoknya, tapi lab besok masih harus ngasih sputum ke 2 dan ke 3, yang ke 2 diambil bangun tidur sebelum minum dan gosok gigi, dan yang ke 3 sesudah makan. Hasilnya akan keluar sehari sesudah besok.
Besoknya ambil hasil ronsen dan menyerahkan sampel ke lab. Pas di jalan iseng-iseng baca, langsung shock berat : pleural effusion di paru kiri. Langsung seharian gak konsen kerja.
Besoknya ambil hasil lab, ternyata negatif tb. Tapi LED yang mestinya maksimal 20, ini sampai 100. Kalau dari hasil googling, berarti memang ada infeksi.
Langganan:
Komentar (Atom)