Malam hari raya kemarin pas kebetulan
jadwal kontrol sebelum terapi ke -2.
Bukan 2, tapi -2.
Kalau di python, indeks -2
artinya indeks ke 2 dari belakang, atau dengan kata lain, insyaAllah
tinggal 2 kali lagi kita terapi, heheh.. *maap.. maap*
Pertemuan kali ini nadanya agak datar
saja, nggak ada joke atau pesan bermakna yang gimanaa.. gitu dari om
dokter. Mungkin sebabnya karena pasiennya kali ini datang dengan agak
kurang semangat juga.
Entah kenapa kemarin ini nggak terlalu
antusias mau ketemu om dokter, nggak seperti biasanya yang sejak
seminggu sudah mulai mengumpulkan banyak bekal pertanyaan, kemarin
itu sampai harinya pun tetap nggak ada ide mau tanya apaaan.
Well.. sebetulnya nggak 'entah
kenapa' juga sih.
Satu hal soal berhadapan dengan kanker
ini adalah, it's a very long run, atau seperti yang saya suka bilang
(mudah2an gak bosen dengernya ya) lebih mirip marathon gitu lah
dibandingkan sprint.
Dan seperti layaknya sesuatu yang
berlangsung lama dan menguras banyak tenaga, akan ada saat di mana
kita merasa jenuh, merasa 'blah'
atau 'meh' atau garing atau bosan atau apalah itu.
Ada saatnya di mana
bahkan ketika kita ditanya soal 'apa kabar' pun jawaban kita
terdengar seperti kaset rusak yang memutar berulang2 di telinga kita
sendiri.
Apalagi kalau sudah
berhadapan dengan yang namanya efek samping.
Efek samping itu
walaupun cuma sehari dua hari kadang bisa bikin bete dan lelah lahir
batin, apalagi kalau sampai berhari-hari atau berbulan-bulan. Kadang
kalau nggak memikirkan harus berpacu menuju garis finish, di tengah
jalan rasanya pengen istirahat aja.
Hal lainnya adalah,
berhadapan dengan kanker, sesuatu yang bernama 'sembuh' is a very
abstract thing. Some says you should be called sembuh kalau setelah
terapi tidak lagi ada tanda kankernya, alias penyakitnya hilang, some
says nanti dulu.. tunggu lima tahun baru boleh bilang sembuh. Some
even says that lima tahun pun bukan jaminan. Lagian memang nggak ada
kan yang namanya jaminan dalam kehidupan ini, jaminan adanya di
pegadaian sana.
Lalu gimana? Ya gak
gimana-gimana. Waspada saja, be vigilant, know your own body and its
signs.
Hal
ini pun sejalan dengan yang telah dititahkan sebelumnya oleh kanjeng
om dokter, bahwasanya kewaspadaan dan mawas diri ini adalah suatu hal
yang hukumnya wajib untuk dijalankan oleh seorang pejuang kemerdekaan
macam saya ini. Terlebih mengingat dan menimbang bahwa ciri dan
gejala limfoma ini (kalau keponakan saya yang umur 4 tahun
menyebutnya limfoy)
juga sangatlah abstrak dan tidak spesifik.
Maka,
poin 1 dan poin 2 digabung dengan poin 3 di atas itulah yang
sebenernya yang bikin nggak selera. Jadi nggak terlalu 'entah
kenapa' juga kan sebenernya?
Haha.. gak jelas
banget ya apa maksudnya orang ini?
Gini sih..
Menjelang
habisnya masa garansi
terapi maintenance di akhir tahun nanti, sebetulnya sudah sempat
senang dan gembira banget kemarin, karena selesai terapi mabthera
insyaAllah artinya bisa mulai berharap kekebalan tubuh kembali menuju
normal, dan akhirnya insyaAllah akan bisa terbebas dari flu, batuk
dan pilek yang berkepanjangan, dan insyaAllah mudah-mudahan bisa
kembali fit dan sehat lagi, sukur-sukur bisa jogging atau sepedaan
lagi *aamiiin.. yaa.. Allah*
Jadi,
ketika sebulan lalu melaksanakan sabda kanjeng om dokter untuk
periksa daerah-daerah rawan, kemudian mak bedhundhul ada
yang njendhul alias
teraba benjolan2 di salah satu area lymph node,
rasanya pengen ndheprok dan
cakar-cakar tanah *halah lebay*
Enggak
sih, nggak se-ekstrim itu. Cuma agak
cemas banget
aja.
Dan agak kecewa
juga.
Takut kalau itu
ternyata apa-apa, lalu bagaimana nasib terapi yang tinggal 2 kali
lagi itu?
![]() |
| Who keeps moving the finish line? |
Tapi
berhubung benjolan yang masih terbilang kecil-kecil itu belum tentu
sebuah kelenjar, jadi masih amat sangat berharap banget-banget kalau
itu bukan apa-apa, cuma otot mlungker atau
lemak mblondho yang
nggak perlu dikhawatirkan keberadaannya.
Makanya kontrol
yang kemarin itu pikiran udah males banget untuk ngerancang2
pertanyaan lain kecuali pengen konfirmasi mengenai penampakan entitas
yang tidak dikehendaki itu.
Setelah pertanyaan
standar dari om dokter soal apa kabar dan membahas LDH yang (seperti
kemarin2) masih belum juga mau masuk batas normal dan kekhawatiran om
dokter soal batuk yang sudah mau ulang-tahun, laporlah dengan nada
yang diusahakan se-casual mungkin, soal si benjolan itu.
Om dokter terdiam
sepersekian detik (halah kayak bisa aja mendeteksi pergerakan
sepersekian detik), lalu bilang 'Ya nanti kita lihat sekalian apa
itu, sekarang saya mau cek dulu suara nafasnya'
Bukan karena om
dokter gak yakin saya masih nafas lho yaa.. tapi untuk mengecek
apakah ada yang gak normal dari suara nafas saya. Misalnya apakah
suaranya tiba-tiba jadi merdu seperti buluh perindu *apasih*
Dan setelah
detik-detik yang mendebarkan *lebay lagi* itu, om dokter memberikan
jawaban yang sangat mengecewakan, yaitu beliau bilang kalau saya
benar. Maksudnya saya benar waktu menyangka benjolan itu adalah
kelenjar getah bening yang membesar.
Hiks, kalau
biasanya saya suka banget dibilang benar, kali ini saya akan jauh
lebih senang dan gembira seperti ketika libur 'tlah tiba kalau saja
dokter bilang saya salah se salah-salahnya, dan benjolan itu cuma
lemak atau kulit yang sudah tua atau apalah yang bukan apa-apa.
Tapi bagaimana
lagi.
Lagipula it's no
time to worry yet.
Pak dokter bilang,
belum tentu itu limfoma (aaamiiin.. aaamiiin.. aaamiin.. semoga
yang meng-amin-kan atau me-like status ini masuk surga –
ehehe.. kayak status2 fb jaman sekarang gak sih). Yang penting terus
dipantau aja, apakah tambah besar atau tambah banyak dalam sebulan
terakhir ini.
Kalau ternyata
membesar, langkah berikutnya ya kita biopsi untuk memastikan apakah
ini tidak apa-apa atau apa-apa.
Nah ini, nggak enak
banget ini bagian biopsi-nya. Nggak suka banget.
Untuk sementara
ini, cek darah dipersering jadi sebulan sekali, dan diperhatikan LDH
level apakah meningkat lagi atau tidak. Oh ya, kemarin sempat baca di
internet soal kelenjar yang katanya nggak boleh terlalu banyak
dipegang-pegang ntar malah jadi tambah ganas, kata pak dokter ah
enggak kok. Malah harus betul-betul diraba untuk memastikan apakah
membesar atau tidak.
Lalu pak dokter
memberikan dua lembar pengantar lab, bulan pertama cek standar aja,
bulan berikutnya sekaligus cek pembekuan darah untuk persiapan
biopsi.
Hiks, walaupun
biopsi ini juga belum tentu, mudah2an nggak perlu *aamiiin..
aamiiin.. aamiin.. semoga yang meng-amin-kan atau me-like.. *halah
mulai lagi deh* ) tapi lembaran pengantar lab ini membuatnya terasa
lebih nyata dan pasti.
Apalagi pas keluar
dari ruang dokter dan membayar tagihan di kasir
kembali ke dunia nyata. Rasanya seperti dijorogin ke luar angkasa,
melayang-layang tanpa arah, gak jelas harus merasa bagaimana. Tambah
sedihnya lagi, tanggal 10 Dzulhijjah alias Idul Adha ini sebetulnya
adalah hari kelahiran saya secara penanggalan hijriyah. Nggak ada
hubunggannya sih, dan nggak ada pengaruhnya juga, cuman ya.. sedih
aja gitu..
Tapi seperti yang
tadi dibilang, it's no time to worry yet.
Jalanin satu
persatu aja kali ya, dan banyak-banyak berharap dan berdoa bahwa ini
semua cuma sebuah kekhawatiran yang bukan apa-apa.
Dan karenanya, kali
ini pun mohon kiranya rekan-rekan dan teman-teman dan all the people
out there, please.. doakan aku yaa...

