Selasa, 22 Desember 2015

Catatan akhir tahun (dan akhir terapi)

Alhamdulillah, akhirnya maintenance yang 2 tahun selesai juga tanggal 4 Desember kemarin.
Kalau mau dipas2in, menyelesaikan terapi maintenance adalah sebuah hadiah ulangtahun yang istimewa buat saya (walopun saya nggak ngerayain ulangtaun sih sebenernya).

3 tahun yang lalu pas tanggal2 segitu, pertama kalinya dapat diagnosis pleural effusion, dan baru mengawali proses pencarian diagnosis yang panjang dan lama itu.
Masih inget waktu itu jadwal sedot cairan untuk pertama kalinya sore hari, dan siangnya karena nggak sanggup ngantor (perasaan nggak karuan gara-gara punggung mau dibolongin), akhirnya ngelayap ke mall untuk beli 3 pasang (!!) sepatu *tutup muka* sebagai hadiah ulangtahun untuk diri sendiri. Haha.. agak nggak nyambung ya?
Yah, begitulah.. kehidupan ini ternyata adalah rangkaian dari berjuta-juta ketidaknyambungan yang disambungkan oleh sebuah garis bernama usia *heleh.. udah minum obat belum mbak?*
Eeniwey.. nggak terasa tau-tau sekarang sudah 3 tahun, sudah melewati kemo dan maintenance dengan segala rupa dan warna yang menyertainya.

Seperti waktu selesai kemo dua tahun yang lalu, saat ini adalah masa-masa kegamangan. Pertanyaan yang pasti muncul adalah, setelah ini lalu apa?
Setelah semua ini, apakah sudah selesai?

Apalagi, seperti waktu selesai kemo dulu, selalu ada catatan yang membuat dokter nggak rela memberikan stempel kelulusan secara penuh. Kalau dulu masih ada soal jantung, soal sisa benjolan, soal LED dan LDH, maka kali ini pun si LDH dan kelenjar yang suka bertingkah itu masih saja genit dan cari perhatian.

Tapi nggak apalah, kita kembali ke prinsip semula saja, yaitu jalani satu persatu. Syukuri setiap hal yang terjadi, termasuk keberhasilan melalui proses maintenance yang 2 tahun ini. Sebab menyelesaikan terapi maintenance berarti sukses menjalani 2 tahun ini dalam keadaan hidup dan sehat.

Kesannya pesimis banget ya masang targetnya?

Bukan, bukan pesimis, tapi justru menghargai betul-betul apa yang sudah dijalani dan didapatkan selama 3 tahun ini, terlebih kalau mengingat percakapan ini.

Satu hal yang akhirnya berhasil saya lakukan, yang mestinya dilakukan sejak awal sih ya.. yaitu membuat rekap riwayat terapi dan pengobatan yang dijalani selama ini, termasuk test yang dilakukan, seperti lab dan scan.
Ini sebetulnya cita-citata saya dari masih kemo dulu, cuma entah kenapa setiap selesai terapi pengennya melupakan semua yang berhubungan sama rumah sakit, sampai datang waktu kontrol berikutnya. Agak traumatis gitu liat berkas2 medis yang banyak banget itu *apalagi liat berkas tagihannya* ..
Akhirnya yang dibawa pas kontrol ya berkas2 aslinya aja, itupun hanya beberapa yang terakhir, karena saking banyaknya.
Padahal sebetulnya kalau kita punya, rangkuman ini bisa sangat membantu dokter mengambil kesimpulan dan keputusan ketika kita konsul. Dokter nggak perlu membolak balik klipingan rekam medis yang sekarang sudah setebal 15 cm itu.
Tapi nggak pa pa lah ya, kan kata pepatah : lebih baik terlambat daripada nggak masuk kelas :P

Hal lainnya, mungkin saya bisa kembali menekan tombol 'play' dan menjalani kehidupan dengan normal seperti.. hmm.. seperti..

On second thought, sebetulnya selama ini  pun saya sudah menjalani kehidupan dengan normal kok. Normal menurut saya tentunya. Menurut kemampuan saya.

Dan menyelesaikan terapi, meskipun sangat amat sangat amat melegakan, tapi juga sebuah moment yang mendebarkan. Karena sesudah ini ada evaluasi, lalu kalau lulus, maka mulailah ujian yang sebenarnya, yaitu menjalani kehidupan tanpa terapi. Ibarat orang yang latihan naik sepeda, ini saatnya roda bantu yang kecil2 itu dilepas, dan kemudian akan terlihat apakah memang sudah mampu berdiri eh berjalan dengan dua roda utama saja, tanpa penopang tambahan.
Dua penopang utama itu mungkin, doa dan tawakkal kali ya.. menyerahkan semua ikhtiar yang sudah dilakukan selama ini, kepada Allah, sambil terus berdoa, dan minta didoakan juga tentunya, seperti yang sudah-sudah..
Jadi, doakan aku yaaa...