Setelah sekian lama, akhirnya ada keinginan lagi untuk ngeblog.
Well.. sebetulnya sih keinginan selalu ada, cuma mungkin kemampuan yang seringnya nggak ada :D
And truthfully, one of the main reason why i haven't update the blog was because i've been having a rough time.
It's pretty ironic actually, considering the reason this blog even existed in the first place was because i've been having a rough time. So there.
Mungkin para pembaca yang budiman dan budiwati menyangka, setelah posting terakhir yang penuh euforia karena kemoterapi dinyatakan komplit itu, blognya bakalan tutup.
Eit.. jangan senang dulu!
Enggak kok, niatnya nggak begitu, masih banyak banget yang pengen ditumpahin disini (bukan disumpahin lho ya), hasil dari nggak ada kerjaan selama setahun kemarin itu.
Oh ya, dan ternyata kemoterapi-nya nggak jadi komplit juga kok, karena setelah hore-hore yang singkat itu, pas kontrol 2 minggu kemudian dokter minta nambah satu sesi lagi, jadi 8 kali.
Dan setelah 8 kali, hasil lab belum juga memuaskan, dan penampakan manusianya pun belum meyakinkan, si om dokter menawarkan nambah lagi 1 sesi, jadilah total 9 kali.
Yang tadinya melayang penuh kegembiraan (kayak lagunya Vina Panduwinata tuh : hari ini ku gembira.. pak pos m'layang di udara.. haha..*ditimpuk sepeda*), langsung terpuruk seperti balon kehabisan angin.
Tapi bagaimana lagi, perjuangan harus tetap dilanjutkan! *halah, hiperbolik sok heroik*
Lalu, datanglah masa galau, post chemo syndrome.
Heee?? mengada-ada banget ni orang. Selesai kemo kan mestinya seneng, bersyukur karena masa sulit sudah dilewati.
Seneng? Ya pasti lah yaa.. mengingat kemoterapi itu betul-betul pengalaman yang melelahkan secara fisik, emosional, spiritual, maupun finansial. Lahir dan batin.
Bersyukur? Pasti banget. Tentunyah. Of course. Sudah jelas.
Nggak lagi stress karena harus cek darah setiap minggu, stress setiap ngambil hasil lab, stress karena nggak bisa makan enak, nggak bisa tidur nyenyak, stress takut kena infeksi karena leukosit hampir tandas, stress takut suntik filgrastim yang sakitnya naudzubillah, stress setiap pasang infus kemo karena takut nyeri, stress efek samping kemo yang berbagai macam, dan seterusnya dan sebagainya dan selanjutnya.
Mungkin seperti lulus sekolah gitu, lega setelah selesai ujian dan lepas sekolah.
Tapi setelah lega lalu muncul kegalauan, karena lepas dari rutinitas, dari sesuatu yang 'pasti' ke sesuatu yang penuh ketidakjelasan.
Sesudah kemoterapi, lalu apa?
Perlu terapi apa lagi?
Cukupkah?
Efek samping apa yang masih akan muncul nantinya?
Dan yang paling penting.. sembuhkah?
Seperti orang yang selesai ujian, terasa lega tapi lalu timbul keraguan dan (mungkin sedikit) penyesalan.
Did i do my best? Did i do it right?
Sudah cukup disiplinkah? Sudah cukup cerdaskah? Sudah maksimal berusaha belum?
Lalu hal-hal kecil seperti misalnya sesekali terlewat jadwal minum obat, kurang 'memaksa diri' untuk makan, sering nggak cukup tidur malam gara2 steroid, dan lain-lain, mulai menghantui pikiran.
Jangan-jangan karena keteledoran yang sedikit itu jadi mempengaruhi hasil. Jangan-jangan..
Iya sih.. Kalau mau berfikir jernih, mestinya inilah waktunya yang namanya tawakkal mengambil peran penting. Sesudah berusaha semampunya, berdoa sekuatnya, ya memang tinggal menyerahkan pada Yang Maha Kuasa. Mengharap yang terbaik.
And believe me, I tried my best. But I'm only human.
Ada masanya rasa was-was itu yang menang.
Dan kemudian ada efek jangka panjang.
Menjalani kemoterapi itu kalau boleh diibaratkan, seperti orang kena angin puting beliung (mohon maaf kalau perumpamaannya nggak terlalu pas, susah inih ngarangnya.. heheh).
Waktu kejadiannya kita nggak akan sempat banyak berpikir, di tengah kekacauan dan segala benda yang terlempar kesana-kemari, yang ada di pikiran kita adalah survival. Yang penting hidup dulu.
Harta benda, rumah, dan lain-lain kita pikirkan nanti.
Kemoterapi juga begitu.
Ketika kita sudah melangkah masuk, maka seperti angin puting beliung, segala efek samping yang langsung terasa, ancaman infeksi dan ini itu, obat tambahan ini itu, tes sana sini dan lain-lain, juga 'beterbangan kesana-kemari' dan kita nggak bisa stop lama-lama. Ada jadwal yang harus ditepati. Kita dalam survival mode, yang penting hidup dulu.
Begitu kemoterapi selesai, ya seperti selesai angin topan itu.
Waktunya menghadapi kenyataan hidup dan menghitung 'kerusakan'. Pohon tumbang, rumah roboh, luka-luka, dan lain-lain. Memperbaiki apa yang masih bisa diperbaiki, dan mengikhlaskan apa yang rusak permanen.
Sesudah kemoterapi, tiba waktunya evaluasi, tidak hanya dari sisi kesembuhan, tapi juga efek samping. Apa efek yang bisa hilang cepat, yang hilangnya lama, dan apa efek yang harus diterima sebagai kenyataan hidup.
Lalu dari situ ada planning terapi lanjutannya.
Sebetulnya untuk primary mediastinal large b-cel non hodgkin lymphoma alias PMBCL (kok singkatannya jadi kayak semacam ujian masuk perguruan tinggi gitu ya.. ) prosedur standar yang masih banyak dianut saat ini adalah kemoterapi RCHOP diikuti dengan radioterapi dan kemoterapi lanjutan dengan rituximab saja.
Radioterapi dilakukan setelah kemoterapi, dengan harapan :
1. Kalau masih ada sisa sel kanker di mediastinum (karena seperti namanya, primary atau induk kankernya di mediastinum), maka bisa dibabat habis dengan radioterapi alias radiasi
2. Dilakukan setelah kemo, dengan tujuan tumor alias bongkahannya sudah mengecil sekecil-kecilnya, sehingga radiasi bisa diberikan dengan dosis seminimal mungkin, dan area sekecil mungkin
Seperti halnya pengobatan apapun, yang namanya radioterapi itu juga bukannya tanpa efek samping, makanya harus diperhitungkan secermat-cermatnya dan sehemat-hematnya.
Itulah makanya, walaupun prosedur bakunya : kemo-radio-kemo lanjutan, dengan berat hati kami (pasien dan om dokter) memutuskan untuk tidak melakukan radioterapi.
It was a mixed feeling.
Terus terang, dari baca sana-sini dan tanya sana-sini, agak takut juga mau menjalani terapi pake radio itu, soalnya .. hari gini masi pake radioo?? mp3 aja kalii.. hehe.. enggak ding. Soalnya efek sampingnya gak asik juga. Low blood count, extreme fatigue, iritasi, dan efek jangka panjang seperti kerusakan jantung dan resiko kanker. Seperti halnya kemo, obat kanker yang beresiko kanker.
Habis kemo kan capek, pengennya hidup normal gitu (whatever normal means). Tapi kalau ditanya mau sembuh apa enggak, ya pasti mau lah..
Makanya waktu dokter menyatakan kalau kondisi jantung nggak mendukung untuk radioterapi, jadi terapinya nggak usah dulu aja, jadi sedih juga.
Itu kan berarti nggak sesuai prosedur.
Pengennya kan semuanya sesuai aturan, biar yakin gitu.
Tapi bagaimana lagi.. akhirnya dengan pertimbangan matang-matang dan untuk kemaslahatan saya sendiri *heheh*, dan dengan mengucap bismillah dalam hati, kita langsung ke kemoterapi lanjutan aja (atau orang sering menyebutnya immunotherapy, karena yang dipakai adalah jenis monoclonal antobody).
Bismillah.. Semoga dimudahkan yaa Allah.. Semoga disembuhkan..
Dan sementara itu.. kehidupan harus terus berjalan.
Haish, sok romantis deh..
Kemarin waktu masih nggak bisa ngapa-ngapain, trus kemo, segala kekhawatiran soal kehidupan dan masa depan itu disisihkan dulu. Kalau mulai risau soal gimana nanti kerjaan, gimana nanti bayar ini-itu-nya, gimana nanti cari jodohnya *haha.. can't help mention that one*, dan gimana-gimana yang lain, langsung cepet ditepis jauh-jauh dengan mantra 'nggak usah mikir macem-macem dulu, yang penting sehat dulu'.
Nah, begitu kemoterapi selesai, maka waktunya untuk kembali ke dunia nyata. Memikirkan konsekuensi, masa depan, dan bagaimana melanjutkan kehidupan yang sempat di-pause selama setahun ini.
Time to hit the play button and continue the song.
Rasanya? Hmm... campur aduk jadi satu.
Excited (ini bahasa indonesianya apa ya?), senang (tentunya), bersyukur (pastinya), takut, bingung, nggak yakin dan nggak ngerti harus mulai dari mana, sedih, ngerasa ketinggalan banyak hal, dan lain-lain.
Yang kalau dibahas bakalan jadi satu entry blog sendiri.
Jadi kesimpulannya apa?
Ya nggak ada. Gitu aja. Heheh.
Enggak ding, kesimpulannya adalah I've been busy getting my life back, dan kembali menyesuaikan diri dengan dunia fana ini. Sejauh ini belum sukses-sukses amat.
Seperti orang yang lama nggak naik sepeda, nggak bisa langsung ngebut dan manuver macem-macem (apalagi kalo dulunya emang gak jago, haha), tapi pelan-pelan dulu, sebentar-sebentar turun lagi buat istirahat.
Tapi alhamdulillah wa syukurillah, atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini ke mer de ka an nya.. (haha.. maap-maap, keinget jaman SD pas jadi tukang baca pembukaan UUD 45)
But seriously, dengan segala kemudahan dan kasih sayang Allah, dan segala doa, support, bantuan, pemakluman, toleransi, pengorbanan, dan banyak lagi yang lainnya, yang datang dari semua pihak : my lovely beloved sisters, ibu bapak, sahabat-sahabat, teman dan rekan kerja, sodara dan handai taulan, and the whole universe in general, I guess I'm doing fine.
And with all that still surround me, I think I will be fine.
Barokallahu.. hope u always be alright.... #big hugs..
BalasHapusAamiiin.. aamiiin.. makasih Rul, mudahan2 nurul juga yaa.. *peluk2*
Hapus